Selasa, 02 Desember 2008

Beberapa Frasa dalam Bahasa Indonesia

Frasa Nominal
Dilihat dari pengkategoriannya, frasa ini jelas mempunyai induk atau sumbu frasa berupa kata nomina. Bentukan frasa dari kata nomina ini dapat dilakukan dengan menambahkan pewatas di depan kata nomina ini. Pewatas depan pada bentukan frasa nomina dapat diisi oleh kata penggolong dan numeralia, seperti pada frasa depalan buah buku, tiga ekor ayam, seorang teman, dan sebagainya.
Pada contoh di atas, terlihat perluasan ke kiri dengan meletakkan numeralia dan kata penggolong secara berurutan. Dalam beberapa kasus urutan tersebut tidak dapat diubah letaknya. Kecuali jika di belakang nomina tidak ada pewatas lain, pewatas depan dapat ditempatkan pula sesudah inti.
Contoh:
buku delapan buah
ayam tiga ekor
Perluasan ke kanan dari initi frasa nominal juga dapat dilakukan. Namun tidak sembarang, ada kaidah-kaidah dalam perluasan inti yang ke arah kanan. Kaidah-kaidah dari perluasan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Suatu inti dapat diikuti oleh satu nomina lain atau lebih. Rangkaian itu kemudian ditutup dengan salah satu pronomina persona dan oleh itu atau ini. Namun setiap nomina hanya menerangkan nomina sebelumnya.
Contoh : buku sejarah kebudayaan Indonesia itu
Dari contoh itu dapat dilihat bahwa sejarah hanya menerangkan nomina di mukanya yakni buku. Demikian juga kata yang lain, kebudayaan hanya menerangkan sejarah dan kata Indonesia hanya menerangkan kebudayaan.
2. Suatu inti dapat diikuti oleh adjektiva, pronomina atau frasa pemilikan dan kemudian ditutup dengan pronomina penunjuk ini atau itu.
Contoh:
a. mobil
b. mobil hitam
c. mobil hitam saya
mobil hitam adik saya
d. mobil hitam saya ini
mobil hitam saya itu
mobil hitam adik saya ini
mobil hitam adik saya itu
Rangkaian kata di atas yang membentuk frasa nominal, apabila dibalik urutannya akan menimbulkan perubahan arti.
mobil hitam saya mobil saya hitam
mobil hitam adik saya itu mobil adik saya itu hitam

3. Jika suatu nomina diikuti oleh adjektiva dan tidak ada pewatas lain yang mengikutinya, kata yang dapat disisipkan.
Contoh :
orang malas orang yang malas
anak nakal anak yang nakal
air dingin air yang dingin

Namun pada suatu kasus, frasa dengan yang itu harus di belakang, jika dalam frasa yang bersangkutan ada pronomina. Perhatikan contoh berikut:
a. anak nakal saya
b. anak saya yang nakal
c. anak yang saya nakal
Contoh (c) terlihat tidak dapat berterima ketika susunannya seperti tersebut. Jika diwujudkan dalam bentuk formula, urutannya ada dua alternatif yaitu sebagai berikut:
a. [ nomina + adjektiva + persona + penunjuk ]
buku merah saya ini
celana kotor mereka itu
b. [ nomina + persona + yang + adjektiva + penunjuk ]
buku saya yang merah ini
celana mereka yang kotor itu
Pada formula yang kedua, pewatas sesudah persona sebenarnya tidak terbatas pada adjektiva dan penunjuk saja, tetapi terbuka kemungkinan lain, asalkan wujudnya adalah klausa yang dimulai dengan kata yang.
Contoh :
buku saya yang saya beli kemarin itu
adik dia yang minggu lalu ditangkap polisi

4. Suatu inti dapat diikuti verba tertentu yang pada hakikatnya dapat dipisahkan oleh yang, untuk, atau unsur yang lain.
Contoh :
ban berjalan = ban yang berjalan
hak bersuara = hak untuk bersuara
jam kerja = jam untuk bekerja
ruang tunggu = ruang untuk menunggu

5. Suatu inti dapat pula diluaskan dengan aposisi, yakni frasa nominal yang mempunyai acuan yang sama dengan nomina yang diterangkannya.
Contoh :
Soeharto, presiden kami yang kedua
Pancasila, pandangan hidup bangsa Indonesia

6. Suatu inti dapat diperluas dengan pewatas belakang, yakni klausa yang dimulai dengan yang.
Contoh :
penduduk yang bermukim di daerah pedalaman
candi yang menjulang tinggi ke angkasa itu
penipu yang kami kejar ke Jakarta itu
7. Suatu inti dapat diperluas oleh frasa berpreposisi. Frasa berpreposisi atau frasa preposisional yang menjadi pewatas nomina itu merupakan bagian dari frasa nominal dan karena itu tidak dapat dipindah-pindahkan ke tempat lain seperti frasa berpreposisi pada umumnya.
Contoh :
petani di Aceh
mahasiswa di Solo
perjalanan ke rumah
jawaban dari ahli
uang untuk pembelian
Sebuah nomina yang diperluas dengan menambahkan klausa yang dimulai dengan kata yang secara teoritis selalu dapat diperpanjang selama klausa itu berakhir dengan nomina.

Frasa Adjektival
Frasa adjektival adalah frasa yang induknya berupa kata adjektiva dengan modifikator berkategori apapun atau gabungan beberapa kata berkelas apapun yang keseluruhannya berperilaku sebagai adjektiva (Kridalaksana, 1988 : 89). Adjektiva dapat juga merupakan inti frasa yang disebut frasa adjektival (Hasan Alwi dkk, 2003 : 178). Bentuk frasa adjektival ini berasal dari kata adjektiva yang diberi pewatas. Pewatas yang dihadirkan merupakan pemarkah, seperti pemarkah aspektualitas dan pemarkah modalitas yang ditempatkan di sebelah kirinya.
Contoh :
tidak bodoh sudah harus tenang
tidak berbahaya kurang manis
tidak pintar
Adjektiva dalam frasa adjektival dapat diikuti pewatas yang berposisi di sebelah kanannya.
Contoh :
sakit lagi
bodoh kembali
kaya juga
Adjektiva bertaraf dapat menunjukan berbagai tingkat kualitas atau intensitas dan berbagai tingkat bandingan. Pembedaan tingkat kualitas atau intensitas dinyatakan dengan pewatas seperti: benar, sangat, terlalu, agak, dan makin. Pembedaan tingkat bandingan dinyatakan dengan pewatas seperti lebih, kurang, dan paling. Berikut akan dipaparkan tabel distribusi Pewatas Adjektiva.

terlampau
terlalu
kelewat

sungguh amat



maha- sangat adjektiva amat
sekali
benar
betul
sungguh
sama sekali tidak
tidak
tidak adjektiva sama sekali
sedikit juga
sedikit pun

Frasa Verbal
Frasa verbal ialah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan verba sebagai intinya tetapi bentuk ini tidak merupakan klausa (Hasan Alwi dkk, 2003 : 157). Frasa verbal adalah frasa yang terjadi dari verba sebagai induk dengan verba, atau kata berkelas kata lain, yaitu adverbia, atau frasa preposisional, sebagai modifikator (Kridalaksana, 1988 : 93). Pada pembahasan tentang frasa kali ini akan lebih didasarkan pada definisi frasa yang pertama. Dari definisi yang pertama, frasa verbal mempunyai inti dan kata atau kata-kata lain yang mendampinginya. Posisi kata pendamping ini tegar (fixed) sehingga tidak dapat dipindahkan secara bebas ke posisi lain. Frasa verbal dilihat dari konstruksinya, dibagi menjadi dua jenis yaitu frasa verbal yang endosentrik atributif dan frasa verbal yang endosentrik koordinatif.
Frasa Verbal Endosentrik Atributif
Untuk yang pertama, endosentrik atrubitif, terdiri atas inti verba dan pewatas atau (modifier) yang ditempatkan di muka atau di belakang verba inti. Yang di depan disebut pewatas depan, dan yang di belakang disebut pewatas belakang. Salah satu kelompok kata yang dapat berfungsi sebagai pewatas depan adalah akan, harus, dapat (atau bisa), boleh, suka, ingin, dan mau. Pewatas depan kelompok ini disebut juga verba bantu. Dilihat dari segi urutannya, akan, selalu mendahului yang lain, dan kata harus mendahului dapat (bisa), boleh, suka, ingin, dan mau. Berikut akan dipaparkan bagan urutan Pewatas Verba.
Urutan
1 2 3
akan harus dapat
bisa
boleh
suka
ingin
mau

Contoh frasa verbal.
akan menertibkan
harus memeriksa
suka mendengarkan
akan harus dapat

Kemungkinan tiga jenis pewatas itu dipakai bersama-sama juga ada, seperti pada contoh di atas, tetapi pada umumnya orang menghindari bentuk seperti itu.
Ada juga kelompok kata lain yang dinamakan aspek yang dapat pula bertindak sebagai pewatas di depan verba dan dapat bergabung dengan verba bantu. Kelompok aspek ini terdiri dari dua kata yakni sudah dan sedang. Kata telah, tengah, dan lagi dianggap varian stilistis dari sudah dan sedang.
Contoh :
Dia sudah / telah setuju.
Mereka sedang / tengah / lagi menggarap soal itu.
Aspek sudah dapat mendahului atau mengikuti verba bantu akan atau harus.
Contoh :
Kamu sudah harus berada di sana pagi ini.
Dia sudah akan pergi siang nanti
Kami akan sudah selesai kalau kamu datang pukul 9.00.
Aspek sedang dapat berperilaku sama dengan sudah, tetapi terbatas pada verba bantu akan saja. Pada kasus lain juga dapat ditemui bentuk gabungan seperti sudah dapat, sudah boleh, sedang suka, sedang ingin.
Di samping verba bantu dan aspek, ada kelompok ketiga yang dapat pula bertindak sebagai pewatas depan verba. Kelompok itu dinamakan kelompok pengingkar yang terdiri dari kata tidak dan belum. Kaidah umum mengenai pengingkar ialah bahwa pengingkar mengingkarkan kata atau kata-kata yang berdiri di belakangnya, dan tidak yang di depannya.
Contoh :
Dia tidak kawin.
Dia tidak harus kawin.
Dia harus tidak kawin.
Pada dasarnya, pengingkar tidak dapat ditempatkan di mana saja di antara verba bantu, di antara kata-kata aspek, atau di antara kedua kelompok itu.
Dengan demikian jelaslah bahwa pweatas depan verba terdiri atas tiga kelompok : (a) verba bantu, (b) aspek, (c) pengingkar. Ketiga kelompok itu secara sendiri-sendiri menambah keterangan pada verba, tetapi juga dapat secara bersama-sama membentuk frasa verbal.
Kemudian ada juga pewatas belakang, tetapi sangat terbatas macam dan kemungkinannya. Pada umumnya pewatas belakang verba terdiri atas kata-kata seperti lagi (dalam arti ‘tambah satu kali’, bukan ‘sedang’) dan kembali.
Contoh :
Dia menangis lagi.
Kami harus menulis kembali makalah itu.

Frasa Verbal Endosentrik Koordinarif
Wujud frasa jenis ini sangatlah sederhana, yakni dua verba yang digabungkan dengan memakai kata penghubung dan atau atau. Sebagai verba bentuk itu juga dapat didahului atau diikuti oleh pewatas depan dan pewatas belakang.
Contoh :
Dia menangis dan meratapi nasibnya.
Kamu pergi atau menunggu dulu?
Orang yang taat hukum tidak akan mencuri dan menipu pada orang lain.

KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT DALAM BAHASA INDONESIA


A. PENDAHULUAN

Dalam pengkajian suatu bahasa, ada bagian yang mempeajari hubungan antar kata dalam suatu satuan bahasa yaitu kalimat, yang disebut sintaksis. Berbeda dengan morfologi yang mengkaji interkata atau konstruksi dalam kata itu sendiri, sintaksis mengkaji hubungan antarkata dalam suatu satuan bahasa. Dalam sintaksispun ada bagian-bagian kajian lagi yaitu frasa, klausa, dan kalimat.

Frasa, klausa dan kalimat mempunyai kajian yang berbeda, yeyapi masih mengenai hubungan antarkata (sintaksis) dalam satuan bahasa. Frasa misalnya, mengkaji hubungan antarkata yang membentuk suatu gabungan kata yang tidak mempunyai unsur predikasi. Kehadiran unsur predikasi itulah yang membedakan antara frasa dan klausa.

Pada dasarnya frasa dan klausa berada dalam suatu satuan bahasa yaitu kalimat. Frasa dan klausa merupakan konstituen dari kalimat. Namun ada beberapa perbedaan yang mendasar antara kalimat dan klausa. Kalimat adalah satuan yang merupakan suatu keseluruhan yang memiliki intonasi tertentu sebagai pemarkah keseluruhan itu. Pada kalusa tidak memiliki beberapa hal yang dimiliki kalimat, seperti intonasi tertentu, diawali huruf besar ayau kapital, diakhiri dengan tanda baca titik atau tanda baca lain pengakhir intonasi, seperti tanda tanya dan tanda seru. Jadi jelas bahwa masing-masing bagian tersebut mempunyai sedikit perbedaan dalam pengkajiannya, tetapi masih dalam ranah sintaksis, sehingga tetap berhubungan.

Pada makalah ini akan disajikan atau dipaparkan tentang kalimat.kalimat itu sendiri dibagi lagi menjadi bebrapa bagian. Ditinjau dari jumlah klausa, kalimat terdiri atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal merupakan kalimat yang terdiri dari dua atau lebih klausa uang berhubungan. Kalimat majemuk ini juga dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Dalam makalah ini hanya akan dipaparkan masalah kalimat majemuk bertingkat dengan tujuan agar dapat lebih dalam pengkajiannya. Dan semoga pengkajian yang cakupannya tergolong sempit ini dapat membantu memberikan gambaran yang seluas-luasnya tentang kalimat majemuk bertingkat ini.


B. KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT

1. Pengertian

Sebelum menuju pengertian kalimat majemuk bertingkat, terlebih dahulu akan dipaparkan beberapa definisi atau pengertian tentang kalimat majemuk. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih (Verhaar, 2003 : 275). Sejalan dengan pendapat tersebut, dalam tata bahasa baku bahasa indonesia juga disebutkan bahwa kalimat majemuk merupakan kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih (Hasan Alwi dkk, 2003 : 336). Jadi jelas bahwa yang membedakan kalimat majemuk dengan kalimat yang lain ditinjau dari klausa adalah jumlah klausa yang membentuknya.

Dua klausa dalam kalimat majemuk yidak berdiri sendiri, tetapi ada hubungan di antara klausa-klausa tersebut. Pola hubungan antar klausa dalam kalimat majemuk ada dua macam yaitu hubungan koordinatif dan hubungan subordinatif. Pola hubungan koordinarif menggabungkan dua klausa atau lebih yang masing-masing mempunyai kedudukan yang setara dalam struktur kalimat majemuk bentukan dari klausa-klausa tersebut. Pola koordinatif inilah yang menghasilkan kalimat majemuk setara,oleh karena klausa-klausa kalimat mempunyai kedudukan setara sebagai klausa utama (Hasan Alwi dkk, 2003 :387).

Pola hubungan yang lain yaitu hubungan subordinatif. Hubungan inilah yang menghasilkankalimat majemuk bertingkat. Subordinasi menggabungkan dua klausa atau lebih sehingga terbukti bahwa kalimat majemuk yang salah satu klausanya menjadi bagian klausa yang lain (Hasan Alwi dkk, 2003 : 388). Hubungan antar klausa dalam kalimat majemuk bertingkat, bersifat hierarkis. Dalam kalimat majemuk bertingkat terdapat klausa utama dan klausa bawahan.

Untuk lebih jelas, perhatikan contoh kalimat berikut: Orang tua itu mengatakan bahwa anak gadisnya mencintai pemuda itu sepenuh hati. Dalam kalimat tersebut terdapat dua klausa yaitu klausa utama dan klausa subordinasi. Klausa utamanya adalah orang tua itu mengatakan dan klausa subordinasinya adalah anak gadisnya mencintai pemuda itu sepenuh hati, yang dihubungkan oleh konjungtor bahwa.

Kalimat majemuk bertingkat dapat pula disusun dengan memperluas salah satu fungsi sintaktisnya (fungsi S,P,O, dan Ket) dengan klausa. Jadi jelas bahwa kalimat majemuk bertingkat merupakan kalimat majemuk yang terdiri dari beberapa klausa yang mempunyai pola hubungan subordinatif.

2. Ciri Sintaksis dan Semantis Hubungan Subordinatif

Hubungan antarklausa dalam kalimat majemuk bertingkat mempunyai tiga ciri sintaksis dan dua ciri semantis. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut.

a. Ciri Sintaksis

Subordinasi menghubungkan dua klausa yang salah satu di antarnya merupakan bagian dari kalusa yang lain. Di samping itu, salah satu klausa yang dihubungkan oleh konjungtor subordinatif dapat pula berupa kalimat majemuk.

Contoh:

Ketua partai itu tetap menyatakan kebanggaannya karena ternyata partainya masih dapat meraih hampir empatbelas juta suara pemilih setelah suara itu dihitung ulang.


Pada umumnya posisi klausa yang diawali oleh subordinator dapat berubah. Urutan klausa dapat diubah, yaitu dengan meletakan klausa yang diawali subordinator pada awal kalimat. Pengubahan posisi tersebut tidak akan menghasilkan perbedaan makna yang signifikan dan masih berterima. Pemakaian tanda koma dalam bahasa tulis atau jeda panjang dalam bahasa lisan yang diletakan di antara klausa yang berawal dengan subordinator dalam klausa utama.

Contoh:

Ø Para pejuang itu pantang menyerah selama hayat dikandung badan.

Ø Selama hayat masih dikandung badan, para pejuang itu pantang menyerah.

Hubungan subordinatif memungkinkan adanya acuan kataforis. Pronomina yang ada pada klausa yang diawali oleh subordinator, dapat mengacu pada nomina nama diri pada klausa utama.

Contoh:

Meskipun mereka tidak puas, para demonstran itu dapat memahami kebijakan perusahaan.

Pronomina mereka mengacu pada nomina para demonstran itu.

b. Ciri Semantis

Dalam hubungan subordinasi terdapat dua ciri semantis.

1). Dalam hubungan subordinasi, klausa yang mengikuti subordinator memuat informasi atau pernyataan yang dianggap sekunder oleh pemakai bahasa, sedangkan klaus yang lain memuat pesan utama kalimat tersebut. Klausa subordinatif dapat dinyatakan hanya sebagai tambahan informasi.

Contoh:

Wanita itu sekarang sukses karena ia bekerja keras.

Mereka tim yang hebat karena sangat rajin berlatih.

2). Anak kalimat yang dihubungkan subordinator umumnya dapat diganti dengan kata atau frasa tertentu, sesuai dengan makna anak kalimat itu. Perhatikan contoh berikut.

Kami harus pergi sebelum dia datang.

Kami harus pergi pukul lima.

Contoh di atas kita asumsikan mempunyai konteks situasi yang sama. Klausa subordinatif sebelumdia datang mengacu pada suatu waktu. Kita misalkan kedatangan di adalah pukul 05.30, jadi kalimat pengganti di atas dapat diterima. Dan kalimat pun dapat berubah dari kalimat majemuk menjadi kalimat tunggal.

3. Hubungan Semantis Antarklausa dalam Kalimat Majemuk Bertingkat

Hubungan semantis antarklausa dalam kalimat majemuk bertingkat ditentukan oleh macam subordinator yang dipakai dan makna leksikal dari kata atau frasa dalam klausa masing-masing. Ketika makna leksikal dari masing-masing klausa tidak koheren, maka secara kamaknaanpun kalimat majemuk yang terbentuk tersebut lebih cenderung tidak bisa kita terima atau kita tolak. Perhatikan contoh berikut.

Dia juara lari tingkat nasional karena rajin berlatih. (berterima)

Dia juara lari tingkat nasional karena bangun kesiangan. (tidak berterima)

Hubungan semantis antara klausa subordinatif dan klausa utama banyak ditentukan oleh jenis dan fungsi klausa subordinasi. Pada bagian selanjutnya akan dipaparkan macam hubungan semantis yang terjadi antara klausa subordinatif dan klausa utama.

a. Hubungan Waktu

Klausa subordinasi ini menyatakan waktu terjadinya peristiwa atau keadaan yang diyataka dalamklausa utama. Hubungan waktu dibedakan lagi menjadi empat macam yaitu waktu batas permulaan, waktu bersamaan, waktu berurutan, dan waktu batas akhir terjadinya peristiwa.

(1). Waktu Batas Permulaan

Untuk menyatakan hubungan waktuini dinyatakan dengan pemakaian subordinator sejak dan sedari.

Contoh:

Sejak dia belajar di luar negeri, dia sangat jarang sekali bertemu keluarganya.

Aku selalu tertarik pada sepak bola sedari aku masih kecil.

(2). Waktu Bersamaan

Hubungan ini menunjukan bahwa peristiwa atau keadaan yang dinyatakan dalam klausa utama dan klausa subordinasi terjadi pada waktu yang bersamaan atau hampir bersamaan. Subordinator yang dipakai adalah, (se)waktu, ketika, seraya, serta, sambil, sementara, selagi, tatkala, dan selama.

Contoh :

Kecelakaan itu terjadi (se)waktu aku pergi ke rumah nenek.

Ibu memasak nasi sambil menelepon ayah di Jakarta.

(3). Waktu Berurutan

Hubungan ini menenjukan bahwa yang dinyatakan dalamklausa utama lebih dahulu atau lebih kemudian daripada ynag dinyatakan dalam klausa subordinasi. Subordinator yang dipakai adalah sebelum, sesudah, seusai, begitu, dan sehabis.

Contoh:

Kobaran api berhasil dipadamkan sebelum menghabiskan seluruh bangunan.

Sesudah lulus kuliah di Solo, dia akan pergi ke Jakarta.

Seusai bermain sepak bola, dia langsung mandi di sungai.

(4). Waktu Batas Akhir

Hubungan waktu batas akhir dipakai untuk menyatakan ujung suatu proses, dan subordinator yang dipakai adalah sampai dan hingga.

Contoh:

Dia terus menyapu halaman hingga ibunya pulang dari pasar.

Gotong royang itu berjalan dengan lancar sampai kami menyelesaikan sekolah.

b. Hubungan Syarat

Hubungan syarat terdapat dalam kalimat yang klausa subordinatifnya menyatakan syarat terlaksananya apa yang disebut dalam klausa utama. Subordinator yang lazim dipakai adalah jika(lau), kalau, dan asal(kan). Di samping itu, subordinator kalau, (apa)bila, dan bilamana juga dipakai jika syarat itu bertalian dengan waktu.

Contoh:

Jika anda tidak keberatan, anda akan saya tempatkan di luar kantor.

Kamu boleh saja makan buah itu asalkan kamu tanggung sendiri resikonya.

c. Hubungan Pengandaian

Hubungan pengandaian terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa subordinatifnya menyatakan andaian terlaksananya apa yang dinyatakan klausa utama. Subordinator yang lazim dipakai adalah seandainya, andaikata, andaikan, dan sekiranya. Di samping itu juga serig digunakan subordinator jangan-jangan, jika hubungan pengandaiannya menggambarkan kekhawatiran. Ada juga pengandaian yang berhubunagn dengan ‘ketakpastian’, subordinator yang sigunakan adalah kalau-kalau.

Contoh:

Seandainya dia tidak jadi pergi, aku akan mengajak dia jalan-jalan.

Sudah jam dua belas malam dia belum pulang, jangan-jangan dia tidak dapat kendaraan.

Aku tidak akan berlama-lama di sini kalau-kalau nanti ibu memerlukanku di rumah.

d. Hubungan Tujuan

Hubungan tujuan terdapat dalam kalimat yang klausa subordinatifnya menyatakan suatu tujuan atau harapan dari apa yang disebut dalam klausa utama. Subordinator yang biasa dipakai adalah agar, supaya, untuk, dan biar. Subordinator biar terbatas pemakaiannya pada ragam bahasa indonesia informal.

Contoh :

Saya sengaja datang ketempatmu agar kita bisa bertemu secara langsung.

Kami pergi biar dia bisa bebas berbuat apa saja.

e. Hubungan Konsesif

Hubungan konsesif terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa subordinatifnya mengandung pernyataan yang tidak akan mengubah apa yang dinyatakan dalam klausa utama. Subordinator yang biasa dipakai adalah walau(pun), meski(pun), biar(pun), sungguh(pun), dan kendatipun. Bentuk seperti betapapun, siapa pun, ke mana pun, dan apa pun dipakai pula sebagai penghubung konsesif. Dan perlu dicatat bahwa dalam ragam baku subordinator walaupun /meskipun tidak diikuti tetapi.

Contoh:

Walaupun/meskipun hujan sangat deras, dia tetap menghadiri undangan tersebut.

Dia melepaskan Ani pergi betapapun besar kasih sayangnya.

f. Hubungan Pembandingan

Hubungan perbandingan terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa subordinatifnya menyatakan pembandingan, kemiripan, atau preferensi antara apa yang dinyatakan pada klausa utama dengan yang dinyatakan pada klausa subordinatif itu. Subordinator yang serng dipakai adalah seperti, bagaikan, laksana, ibarat, sebagaimana, daripada, dan alih-alih.

Contoh:

Dia sangat menyayangi kucingnya seperti dia menyayangi anaknya sendiri.

Alih-alih naik kereta api, dia lebih memilih pesawat terbang.

g. Hubungan Penyebaban

Hubungan penyebaban terdapat dalam kalimat yang klausa subordinatifnya menyatakan sebab atau alasan terjadinya apa yang dinyatakan dalam klausa utama. Subordinatornya adalah sebab, karena, dan oleh karena. Jika hubungan penyebaban itu menggambarkan ciri makna ‘hanya karena....maka ...’, subordinator yang digunakan ialah, mentang-mentang.

Contoh :

Pembangunan jalan-jalan desa belum sepenuhnya berhasil karena minimnya tenaga pekerja.

Mentang-mentang sudah jadi orang sukses, keluarga di desa dilupakan begitu saja.

h. Hubungan Hasil

Hubungan hasil terdapat dalam kalimat majemuk yang subordinatifnya menyatakan hasil atau akibat dari apa yang dinyatakan dalam klausa utama. Subordinator yang biasa dipakai adalah sehingga, sampai(-sampai), dan maka.

Contoh :

Bianya pengobatan sungguh mahal sampai-sampai semua perhiasan istrinya habis terjual.

Kami tidak setuju, maka kami pun protes.

Penggunaan sampai dan hingga pada jenis ini juga hampir sama dengan penenda hubungan waktu batas akhir.

i. Hubungan Cara

Hubungan cara terdapat dalam kalimat yang klausa subordinatifnya menyatakan cara pelaksanaan dari apa yang dinyatakan oleh klausa utama. Subordinator yang sering dipakai adalah dengan dan tanpa.

Contoh :

Para pendaki gunung terus mencari tantangan tanpa menghiraukan bahaya yang mengancam mereka.

j. Hubungan Alat

Hubungan alat terdapat pada kalimat yang kalausa subordinatifnya menyatakan alat yang dinyatakan oleh klausa utama. Subordinator yang sering dipakai sama dengan yang dipakai untuk hubungn cara, yaitu dengan dan tanpa. Contoh :

Dia memancing ikan dengan menggunakan kail.

Mereka berperang tanpa menggunakan senjata modern.

k. Hubungan Komplementasi

Dalam hubungan komplementif, klausa subdornitatif melengkapi apa yang di nyatakan oleh verba klausa utama atau oleh nomina subjek, baik dinyatakan maupun tidak. Subordinatif yang sering dipakai adalah bahwa. Hubungan itu akan lebih jelas jika kita perhatikan contioh yang berikut. Contoh :

Penulis perlu menekankan di sini bahwa isi bukunya belumlah sempurna.

Berkas riwayat hidupnya menunjukkan bahwa kita dia pernah menjadi pelajar teladan untuk tingkat kabupaten dan provinsi.

l. Hubungan Atributif

Hubungan atributif ditandai oleh subordinatif yang. Ada dua macam hubungan atributif: (a). Restriktif dan (b) takrestriktif. Klausa yag dihasilkan sering pula disebut “ klausa relatif” dengan kedua macam hubungan di atas.

(a) Hubungan Atributif Restriktif

Dalam hubungan seperti ini, klausa relatif mewatasi makna dari nomina yang diterangkannya. Dengan kata lain, bila ada suatu nomina yang mendapat keterangan tambahan yang berupa klausa relatif-restriktif, maka klausa itu merupakan bagian integral dari nomina yang diterangakannya. Dalam hal penulisannya perlu diperhatikan benar bahwa klausa relatif macam ini tidak dibatasi oleh tanda koma, baik di muka maupu dibelakangnya. Perhatikan contoh berikut.

Pamannya yang tinggal di Bogor meninggal kemarin.

Para pedagang yang menunggak lebih dari 35 miliar rupiah akan dicekal.

Pemegang gelar MBA yang kuliah hanya enam bulan harus menanggalkan gelarnya.

(b) Hubungan Atributif Takrestriktif

Berbeda dengan klausa yang restriktif, klausa subordinatif yang terkrestriktif hanyalah memberikan sekedar tambahan informasi pada nomina yang diterangkannya. Jadi, ia tidak mewatasi nomina yantg mendahuluinya. Karena itu, dalam penulisannya klausa ini diapit oleh dua tanda koma. Perhatikan kontras makna dan cara penulisa antara klausa restriktif dan takrestiktif berikut ini.

Istri saya yang tinggal di Bogor meninggal kemarin.

Istri saya, yang tinggal di Bogor, meninggal kemarin.

m. Hubungan Perbandingan

Hubungan perbandingan terdapat dalam kelomat mejemuk bertingkat yang klausa subdordinatif dan klausa utamanya mempunyai unsur yang sama yang tarafnya sama (ekuatif) atau berbeda ( komparatif).

Klausa subordinatif perbandingan selalu mengalami pelepasan.unsur yang dilesapkan adalah unsur yang menyatakan sifat yang terukur yang ada pada klausa utama dan klausa subordinatif.

(1). Hubungan Ekuatif

Hubungan ekuatif muncul bila hal atau unsur pada klausa subordinatif dan klausa utama yang diperbandingkan sama tarafnya. Bentuk yang digunakan untuk menyatakan hubungan ekuatif adalah sama....dengan atau bentuk seperti contoh berikut.

....................................

(2). Hubungan Komparatif

Hubungan komparatif muncul bila hal atau unsur klausa subordinatif dan kluasa utama yang diperbandingkan berbeda tarafnya. Bentuk yang digunakan utnuk menyatakan hubungan komparatif adalah lebih/kurang....dari(pada). Perhatikan contoh berikut.

...................................................

n. Hubungan Optatif

Hubungan optatif terdapat dalam kalimat majemuk bertingkat yang kluasa utamanya menyatakan ‘harapan’ agar apa yang dinyatakan dalam klausa subdornitatif dapat terjadi. Subordinator yang lazim digunakan dlam kalmat yang mengungkapkan hubungan optitatif itu ialah semoga atau moga-moga dan mudah-mudahan.

Contoh :

Kita berdoa semoga/moga-moga/mudah-mudahan Ikemalangan ini segera diatasi.

berpikir, berbuat, dan berintrospeksi

sebuah ungkapan pemikiran-pemikiran yang tak akan terhenti oleh sebuah atau berbagai hambatan. ide-ide selalu muncul mengiringi setiap langkah manusia yang masih setia pada obsesi dan hakikat. tak lekang waktu, tak musnah di telan zaman. terus berpikir. memberi goresan terbaik pada setiap langkah agar setiap hembusan nafas tak sia-sia. sadar atau tidak, hidup harus berpikir. berpikir dan terus berpikir.